Alkisah
di lereng gunung Merbabu dulu ada seorang Maharesi bernama Sang Ajar Windusana
mempunyai istri yang sangat cantik bernama Dyah Kasmala, puteri raja Brawijaya.
Mereka hidup rukun saling mengasihi, pada saat Dyah Kasmala mengandung 4 bulan
ada upacara bersih desa “Kanda, bolehkah saya pinjam pisau itu untuk membantu
ibu-ibu membikin takir?” begitu teman biasanya kalau ada upacara ibu-ibu sibuk
menyiapkan makannannya. “Ooo boleh, tetapi jangan sampai pisau ini disimpan
dekat perut”. Nah pada waktu pulang Dyah Kasmala lupa akan pesan suaminya,
pisau itu diselipkan di kembennya.
Sembilan
bulan sepuluh hari tibalah saatnya Dyah Kasmala melahirkan anaknya, yang terjadi
sangat mengejutkan ! Dyah Kasmala melahirkan seekor ular dengan sirip pancawarna.
Karena terkejut Dyah Kasmala seketika itu juga menghembuskan nafas
terakhirnya. “Ohhh istriku”. Desah sang
ajar dengan sedihnya.
Sang
Ajar pun membuang anaknya itu ke samudera dengan maksud supaya ular itu mati
ditelan ombak. Tetapi kawan, Tuhan berkehendak lain, ular itu menjadi besar dan
bertemu dengan Dewi Angin-angin, ular itu diberitahu bahwa ia adalah anak Sang
Resi Windusana. Ular itu pun berniat ingin menemui ayahnya
Sang
Resi lupa bahwa ular itu anak kandungnya sendiri, dengan rasa takut sang resi
memberi nama anaknya Baru Kelinting. “Anakku mulai hari ini kau kuperintahkan
untuk bertapa di tepi samudera”. Kemudian Baru kelinting bertapa mati raga,
masuk ke dalam sebuah rawa yang terletak di tepi samudera. Bertahun-tahun ia
bertapa sampai badannya tertimbun tanah, lumpur dan lumut hingga tak kelihatan
wujud aslinya.
Berapa
tahun kemudian, di tengah hari yang terik, tiba-tiba ada orang berteriak
“Hooyyyyy ada belut raksasa, besar sekali terbenam dalam Lumpur, kemarilah !”.
Nah akibat dari teriakan itu dalam waktu sekejab orang-orang telah berdatangan,
mula-mula sepuluh orang, kemudian menjadi 20, 40, 80, 160 dan tak terhitung
lagi jumlahnya. Mereka menemukan binatang aneh, besarnya melebihi pangkal pohon
kelapa, panjangnya tak terhingga. Darahnya mengucur deras, karena tertancap
sabit orang yang sedang mencari rumput. Ternyata binatang itu adalah ular besar
yang sangat panjang, matilah ular itu seketika. Setelah ular besar itu mati
mereka memotong-motong untuk diambil dagingnya.
semua orang yang datang mengambil daging sepuasnya. Menjelang petang,
matahari sudah mulai tenggelam di merahnya langit merah nun jauh di ufuk barat.
Semua orang sudah pulang, tinggalah bercak-bercak darah berceceran, dan
serpihan daging yang menimbulkan bau anyir memuakkan.
Ajar
Windusana mendengar bahwa anaknya dibunuh oleh orang-orang lembah Merbabu, Ajar
Windusana marah, ia menyamar menjadi anak kecil yang baru berusia 4 tahun. Anak
kecil itu kemudian berkeliling meminta sekerat daging Tetapi semua penduduk tidak ada yang memberinya.
Sampailah di gubug reyot dimana nenek tua renta itu tinggal. Anak itu meminta
kepada nenek penghuni gubug, dijawabnya begini “Seandainya aku punya akan
kuberikan semua cucu, aku tidak punya”. Anak kecil itu melihat sebatang lidi
yang terselip di dinding bambu, kemudian ia memintanya..
Pagi
hari waktu matahari setinggi tombak, saat anak anak lembah Merbabu sedang
bermain, “Hei teman-teman aku punya sayembara kalau ada yang dapat mencabut
lidi ini boleh memenggal kepalaku, tapi apabila tidak sanggup, kalian harus
memberi sepotong daging mentah kepadaku sebagai tuah”. Seru Ajar Windusana yang
menyamar sebagai anak kecil. Anak lembah
itupun kemudian berebut untuk mencabut, tetapi tidak ada yang mampu. Kemudian
banyak orang dewasa bergantian untuk mencabut lidi itu, tetapi sia-sia.
“Sudahlah,
aku tak mampu mencabut lidi ini”. Kata mereka dengan pasrah. Anak kecil itu
langsung memegang lidi, sambil menoleh ke belakang tercabutlah lidi itu dengan
mudahnya, seketika itu keluarlah mata air dengan deras, dan kemudian berubah
menjadi air bah menggenangi desa-desa di
sekitarnya. Semua orang mati tenggelam, hanya nenek tua renta yang selamat,
naik lesung serta membawa centong nasi sebagai dayung. Akhirnya ia sampai di
daratan dan tinggal di sebuah gunung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar